Jumat, 03 Mei 2019

Kinerja Investasi dan Ekonomi Indonesia (Semakin) Jauh dari Harapan


Dalam berbagai kesempatan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) selalu menyebut bahwa investasi adalah kunci utama pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, harapan yang terus ia ungkapkan tampaknya terbatas pada angan-angan.

Data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat bahwa investasi pada kuartal pertama 2019 hanya tumbuh 5,3% menjadi Rp195,1 triliun. Pencapaian ini adalah realisasi investasi terendah Indonesia pada periode 2014-2019.

Meskipun tumbuh dari kuartal pertama tahun 2018, pertumbuhannya jelas masih jauh dari target yang diharapkan oleh pemerintah. Sementara itu, BKPM juga mencatat Investasi Asing (PMA) sepanjang kuartal pertama 2019 mencapai Rp107,9 triliun atau turun 0,9% secara tahunan (yoy). Alhasil, BKPM menetapkan target PMA sebesar Rp.483,7 triliun.

Meski begitu, Kepala BKPM Thomas Lembong masih optimis bahwa pertumbuhan realisasi investasi sepanjang tahun ini dapat kembali ke level dua digit sekitar 10-12% year on year (yoy). Namun, ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal memperkirakan bahwa indikator investasi tahun ini berpotensi gagal mempertahankan ekonomi.

Perhitungannya, ekonomi hanya akan tumbuh sekitar 5,12%, di bawah target pemerintah 5,3%, dan lebih rendah dari realisasi 2018 sebesar 5,17%. Karena itu, dia menilai target pertumbuhan investasi 7% akan jauh dari api. Realisasi investasi tahun ini akan 'lamban' karena hanya mampu menghasilkan aliran modal asing jangka pendek.

Sementara itu, modal asing jangka panjang enggan masuk karena sentimen domestik. Ini juga, lanjut Fithra, telah dikonfirmasi dari realisasi investasi dalam bentuk PMA yang minus 0,9% atau sekitar Rp.107,9 triliun pada kuartal pertama 2019. Di sisi lain, lanjutnya, masalah deindustrialisasi yang terjadi di Indonesia menambah kepercayaan investor aliran modal ke negara tetangga, seperti Vietnam, Thailand, Myanmar dan Malaysia.

Sejalan dengan itu, Ekonom Institute for Development on Economic (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara memperkirakan bahwa realisasi pertumbuhan investasi hanya akan berada di kisaran 5-5,5% atau tidak mencapai target pemerintah.

Masih banyak masalah yang masih belum terselesaikan oleh pemerintah saat ini untuk menjadi hambatan utama bagi hambatan pada investasi asing. Bima memberi contoh masalah OSS yang bertentangan dengan PTSP di berbagai daerah. Belum lagi sistem setengah lisensi ini membingungkan investor.

Artinya, ada potensi arus investasi di semester pertama 2019 tidak cukup baik. Sementara mengejar target investasi hanya di semester kedua juga sulit. Bhima menggarisbawahi, BKPM sebenarnya bisa memainkan peran lebih banyak untuk mengubah komitmen investasi menjadi realisasi. Namun, BKPM tampaknya masih tidak dapat melarikan diri dari masalah rumit dalam mendapatkan izin, meskipun telah mengumumkan Sistem Manajemen Terpadu Satu Pintu (PTSP).

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih melihat minat investasi asing di sektor sumber daya alam komoditas, yang dalam porsi dan nilai cukup besar, belum menggeliat. Tren harga komoditas yang masih rendah dan penuh ketidakpastian membuat investor mematahkan semangatnya.

Pendapat Lana ini sejalan dengan Data Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Fakta menunjukkan bahwa dalam lima tahun terakhir telah terjadi penurunan investasi minyak dan gas secara teratur. Pada tahun 2018 sebenarnya ada peningkatan kinerja dibandingkan dengan 2017, meskipun prestasi pada tahun 2018 tidak lebih baik dari pencapaian 2014-2016.

Orasi Presiden Jokowi yang mengagungkan investasi sebagai pendorong perekonomian Indonesia masih jauh dari harapan. Selama 4 tahun terakhir, aliran investasi ke negara ini telah terbukti berhasil. Sementara itu, pemerintah pada periode yang sama telah meningkatkan sektor industri yang seharusnya dapat memacu ekspor dan menyerap jutaan pekerja.

1 komentar: